Home » » Sinopsis Rooftop Prince Episode 19

Sinopsis Rooftop Prince Episode 19

Written By Shiroyasha on Tuesday, May 29, 2012 | 10:16 PM

Sinopsis Rooftop Prince Episode 19

Sinopsis Rooftop Prince Episode 19

Yi Gak melihat kedatangan Park Ha dan melambaikan tangannya, gembira telah menemukan Park Ha. Tapi bukan kegembiraan yang dirasakan Park Ha sekarang.


Melihat mobil Tae Moo telah berjalan Yi Gak dalam bahaya, Park Ha mendorong Yi Gak ke samping. Tapi ia sendiri tak sempat untuk menghindar. 


Tae Moo baru menyadari di detik-detik terakhir kalau ia salah target, tapi ia tak sempat mengerem. Mobilnya meluncur dan menabrak Park Ha..


.. hingga terlempar ke dalam danau.


Se Na terkejut begitu pula Tae Moo yang langsung memundurkan mobilnya. Bukannya menabrak Yi Gak lagi yang jaraknya hanya sejengkal, Tae Moo malah menjemput Se Na yang masih shock ketika keluar dari balik semak-semak dan mobil itu langsung kabur.


Kejadian itu sangatlah cepat, hingga Yi Gak tak sempat mencernanya. Ia mencari-cari Park Ha, tapi tak ketemu. Dan saat ia melihat tubuh Park Ha mengapung di danau, Yi Gak berteriak memanggilnya.


Dan perasaan itu datang lagi. Perasaan saat ia melihat mayat putri mahkota mengapung di kolam. Perasaan kalau inginnya ia berlari tapi kaki tak mampu digerakkan.


Namun kali ini perasaan itu menamparnya jauh lebih keras daripada sebelumnya. Ini adalah Park Ha. Park Ha-nya.


Sama seperti yang ia lakukan saat melihat mayat Putri Mahkota, ia berlari untuk menyelamatkannya.


Namun kali ini, berbeda dengan saat ia di Joseon, tak ada yang dapat menghentikannya. Ia buru-buru lari masuk ke dalam danau dan meraih Park Ha yang pelipisnya telah berlumuran darah.


Panik mendera Yi Gak. Ia memanggil Park Ha berulang-ulang seperti sebelumnya, saat di gudang dan di truk berpendingin. Tapi the third takes the charm. Kali ini, Park Ha tak terbangun. Park Ha tak dapat mendengarkan teriakan Yi Gak.


Ia segera melarikan Park Ha ke rumah sakit. Melihat Park Ha dibawa masuk ke ruang operasi, ingatan Yi Gak kembali pada saat dulu.

Sinopsis Rooftop Prince Episode 19
Saat ia berdua dengan Park Ha di bukit. Park Ha tidur di pangkuan Yi Gak dan tersenyum, membuuat Yi Gak berkata, “Aku benar-benar berharap dapat selalu mengingat senyumanmu itu.”


Mendengar harapan Yi Gak, Park Ha juga memiliki harapan tersendiri, “Andai saja waktu dapat berhenti di saat seperti ini.”


Dan ia menutup matanya..


Se Na masih memikirkan kejadian semalam dan mengkhawatirkan kondisi Park Ha. Tapi bagi Tae Moo, semua yang sudah terjadi, biarkanlah terjadi. Mereka harus memikirkan masalah mereka sendiri.


Tae Moo berencana untuk kabur ke luar negeri untuk sementara waktu melalui jalan laut. Dan selama mereka bisa hidup berdua, tak peduli kemana mereka pergi, mereka akan merasa bahagia.

Hellooww, Tae Moo.. kenapa tak dari dulu saja punya pikiran itu? Jadi Direktur bagian Home Shopping, memperkenalkan Se Na sebagai calon istrinya, dan kalian bisa live happily ever after.


Tapi Se Na masih tetap khawatir. Jadi saat ia ditelepon oleh Yi Gak yang memintanya untuk bertemu, Se Na menyetujui untuk menemuinya tanpa sepengetahuan Tae Moo.


Yi Gak mengajak Se Na untuk mengunjungi Park Ha yang tak sadarkan diri. Ia menceritakan kondisi Park Ha yang sekarang. Karena tabrakan kemarin, Park Ha terluka dan tabrakan itu melukai hatinya. Sekarang ia membutuhkan donor hati agar terselamatkan.


Dan yang dapat menyelamatkan hanyalah Se Na, saudara kandungnya. Walaupun tahu yang ia katakan tak benar, tapi Se Na mengelak kalau ia tak memiliki hubungan apapun dengan Park Ha. Ia pun beranjak pergi.


Tapi Yi Gak menghentikannya. Di taman rumah sakit, ia mengingatkan Se Na kembali tentang reinkarnasi yang dulu pernah ia tanyakan. Ia membuka rahasianya, kalau mereka pernah bertemu di kehidupan sebelumnya. Dan Se Na dulunya juga adalah kakak Park Ha.


Se Na menganggap kata-kata Yi Gak tak masuk akal dan ia tak mau mendengar lebih banyak lagi. Yi Gak menahannya lagi. Tapi kali ini tangannya tak dapat menyentuh tangan Se Na, sesaat menghilang untuk kemudian muncul lagi. Dan Se Na pun melihatnya. Percaya tak percaya, ia mulai mendengarkan ucapan Yi Gak.


Yi Gak merasa takdir sangat kejam pada Park Ha karena ia kembali bereinkarnasi menjadi adik Se Na. Reinkarnasi Park Ha telah mengorbankan nyawanya dan menyelamatkan hidup reinkarnasi Se Na.


Dan sekarang, Park Ha pun juga seperti itu. Walaupun ia tahu kalau Se Na berbuat jahat padanya, ia tak melaporkan Se Na pada polisi. Bukan hanya untuk kepentingan Yi Gak, tapi ia tahu karena ia mengkhawatirkan Se Na. 


Yi Gak memberikan kunci rumah dan memory card pada Se Na. Itu adalah bukti-bukti kejahatan Se Na dan Tae Moo. Tapi ia sudah tak peduli akan hal itu. Yang ia inginkan adalah keselamatan Park Ha.


Se Na sangat terpukul mendengar kata-kata Yi Gak. Berbagai ulahnya yang mencelakakan Park Ha terputar lagi di benaknya. Ia telah mencelakakan adik kandung yang ia kira adalah adik tirinya. Ia telah meninggalkan adik kandungnya hingga ia menderita selama belasan tahun.


Tak sanggup menahan rasa bersalah itu, Se Na terjatuh dan menangis.


Ia pulang dan menemui Tae Moo yang telah menunggunya. Malam ini mereka akan kabur dengan feri. Tapi Se Na menceritakan hal ini pada Tae Moo. Betapa Park Ha terluka parah dan sangat membutuhkan donor hati darinya.


Informasi Se Na ini malah membuat Tae Moo berpikiran jahat (lagi). Ia menelepon Yi Gak dan mereka pun bertemu. Yi Gak yang baru saja menerima kabar kalau kondisi Park Ha sudah sangat memburuk dan membutuhkan donor hati sesegera mungkin langsung menyetujui keinginan Tae Moo.


Ternyata telah terjadi kesepakatan antara mereka berdua. Se Na akan mendonorkan hatinya sementara Yi Gak menyerahkan warisan nenek untuknya.


Namun Tae Moo tak pernah berniat menyuruh Se Na untuk mendonorkan hatinya. Ia mengajak Se Na untuk langsung pergi ke pelabuhan dan membawa warisan Nenek. Se Na berkeras untuk mendonorkan hatinya, toh mereka juga sudah mendapatkan imbalannya.


Tapi dengan dingin. Tae Moo berkata kalau Se Na tak perlu memikirkan Park Ha karena banyak orang di rumah sakit yang mampu menyelamatkan Park Ha. Se Na diam, tapi dari wajahnya terlihat kalau ia tak setuju dengan pendapat Tae Moo.


Saat itu ada telepon dari Yi Gak, tapi Tae Moo langsung melarang Se Na untuk mengangkatnya.


Yi Gak menunggu kedatangan Se Na dan Tae Moo di rumah sakit. Perasaannya tak enak karena Se Na tak kunjung datang. Ia menyuruh pengikutnya untuk melacak keberadaan Se Na.


Man Bo mendapatkan informasi dimana Tae Moo dan Se Na tinggal. Ketiga Joseoners segera menuju ke sana, tentu saja mereka terlambat, karena Tae Moo dan Se Na sudah pergi.


Se Na yang enggan mengikuti perintah Tae Moo, diam-diam menekan nomor missed call terakhir yang berasal dari Yi Gak.


Yi Gak mengangkat telepon dan mendengar percakapan Se Na dengan Tae Moo yang mengatakan arah kepergian mereka malam ini. Buru-buru Yi Gak melarikan mobilnya ke pelabuhan. 


Di pelabuhan, akhirnya Se Na mengatakan keengganannya untuk pergi keluar negeri. Bersamaan dengan itu, Yi Gak datang . Tae Moo langsung menduga kalau Se Na lah yang memberitahukan Yi Gak.


Ia menarik Se Na karena kapal akan segera berangkat. Tapi Se Na memberontak. Yi Gak membantu Se Na melepaskan diri dan menyuruh Se Na untuk segera memakai mobilnya untuk segera berangkat ke rumah sakit. Tapi Tae Moo menghalangi mobil Yi Gak, sehingga Se Na tak berani menggerakkan mobilnya.


Untungnya ketiga Joseoners datang membantu. Young Sul menawarkan diri untuk membantu tapi Yi Gak menyuruh mereka untuk mengawal kepergian Se Na ke rumah sakit.


Tak ada jalan lain untuk Tae Moo. Se Na pergi dan perahu yang akanmembawanya menyeberang keluar negeri juga telah pergi. 


Satu lawan satu. Tae Moo lari bersembunyi dengan tongkat kayu di tangan. Tak menyadari kalau lawannya memegang senjata, Yi Gak langsung jatuh tersungkur ketika bertemu dengan Tae Moo.


Yi Gak bangkit dan mereka berkelahi. Hampir saja Yi Gak berhasil mengalahkan Tae Moo, jika saja kakinya tak terjepit bongkahan kayu.


Merasa di atas angin, Tae Moo tak langsung menghabisi Yi Gak dan malah menyuruh Yi Gak untuk mengucapkan kata-kata terakhirnya. Yi Gak bertanya mengapa Tae Moo mencelakakan Tae Young. Tae Moo tersenyum sinis dan berkata kalau ia selalu menginginkan Tae Young untuk lenyap.


Selama Tae Moo berbicara, diam-diam Yi Gak mencoba melepaskan kakinya. Saat Tae Moo mengayunkan kayu untuk menghabisinya, Yi Gak berkelit dan memukul balik.


Mereka berkelahi lagi, namun tak lama karena beberapa polisi berdatangan mengepung mereka. Polisi dengan mudah meringkus Tae Moo atas tuduhan pembunuhan.


Tae Moo tak sudi dituduh membunuh, apakah ada buktinya? Rupanya hal ini telah direncanakan oleh Yi Gak dan Yi Gak menyerahkan recorder pada polisi, rekaman atas kejadian yang baru saja terjadi.


Se Na bersiap-siap untuk mendonorkan hatinya pada Park Ha. Berbaring bersebelahan, Se Na menggenggam tangan Park Ha yang masih belum siuman, menangis seolah ingin meminta maaf atas semua yang telah terjadi.


Dan operasi pun dilakukan.


Operasi telah selesai. Yi Gak menunggui Park Ha yang belum siuman. Akhirnya Park Ha membuka mata. Perlahan-lahan ia melihat ruangan sekitarnya, dan wajah pertama yang ia lihat adalah wajah Yi Gak.


Dan sapaan pertamanya pada Yi Gak adalah, "Yang Mulia, apakah kau baik-baik saja?"


Kata-kata itu membuat Yi Gak merasa separuh lega dan separuh kesal, “Keadaanmu sudah seperti ini, kau malah mengkhawatirkanku? Saat kau tak sadar, aku tak merasa hidup sedikitpun. Jangan lakukan hal seperti ini lagi. Dan mulai sekarang, aku yang akan melakukan semuanya untukmu.”


Park Ha tersenyum mendengar janji Yi Gak. Ia mengulurkan tangan, memintanya untuk selalu memegang janji itu.


Yi Gak menemui Taek Soo dan memintanya untuk mengurus perusahaan sampai Tae Young sadar kembali. Taek Soo berterima kasih pada Yi Gak karena ia telah menjadi cucu yang baik bagi almarhumah Nenek, "Bagi kami, kau adalah Tae Young yang sebenarnya."


Se Na mengunjungi Park Ha di rumah sakit. Ia lega melihat kondisi Park Ha sudah membaik. Park Ha berterimakasih jika bukan karena Se Na, ia mungkin sekarang tak dapat hidup.


Kedatangan Se Na kali ini juga untuk memberitahu kalau ia akan menyerahkan diri pada polisi. Park Ha tak dapat melepas kepergian kakaknya begitu saja. Saat Se Na akan meninggalkan Park Ha, Park Ha memanggilnya,

“Kakak, aku akan selalu menunggumu.”
Kata-kata itu seakan air dingin yang menyejukkan Se Na. Park Ha tak pernah mengatakan ‘aku memaafkanmu’. Tapi ucapan Park Ha yang akan menunggunya, adalah sebuah tindakan yang jauh lebih dalam dan tulus  daripada hanya memaafkan.


Se Na berbalik, tak dapat menyembunyikan air matanya, namun kali ini diiringi dengan senyum lega. Park Ha tersenyum menenangkan Se Na yang akan membuka lembaran baru untuk menebus segala kesalahannya.


Di lobi rumah sakit, ibu dan CEO Jang mengantarkan kepergian Se Na yang akan pergi ke kantor polisi. Se Na tak mau diantar, ia ingin pergi sendiri.


CEO Jang menenangkan Se Na kalau seberat apapun kesalahan Se Na, mereka (ibu dan CEO Jang) dapat memahami dan menerima kesalahan itu.


Ibu juga menambahkan, "Kau telah menyelamatkan Park Ha dan kau telah mulai membayar kesalahanmu. Polisi juga tahu hal itu. Jangan terlalu khawatir. Kau memiliki 2 ibu yang paling kuat di Korea ini."


Mendengar ucapan kedua ibunya, Se Na mencoba tersenyum dan menahan air matanya. Tapi tangis Se Na pecah dan tak tertahankan ketika ibu memeluknya. Dan ia semakin terisak-isak saat CEO Jang ikut memeluknya.


Ketiga Joseoners menemui Yi Gak dan mengusulkan sesuatu. Man Bo merasa kalau waktu mereka sudah semakin sempit dan sewaktu-waktu akan kembali ke Joseon. Chi San merasa kalau selama ini Park Ha telah mengurus mereka dengan baik, dan karena itu sudah sepatutnya mereka membayar segala kebaikan hati Park Ha. Young Sul juga menambahkan, “Perasaan hamba juga seperti itu.”


Yi Gak menyetujui hal itu, tapi biaya rumah sakit Park Ha sudah sangat tinggi dan bertanya apakah mereka mempunya ide untuk memecahkan hal ini?


Chi San mengusulkan kalau mereka akan bekerja sampingan untuk mencari uang karena bagaimanapun juga Park Ha terluka juga karena mereka. Jadi mereka harus bertanggung jawab. Man Bo mengusulkan untuk membelikan sebuah toko untuk Park Ha. Dan Young Sul ikut mengusulkan, “Perasaan hamba juga seperti itu.”

LOL. Si Young Sul pokoknya akur sajalah..


Hmm.. sekarang mereka lebih pintar dalam mencari pekerjaan sampingan. Karena yang terjadi kemudian adalah mereka menjadi pemain figuran di sebuah drama sageuk. Dan salah satu aktor sangat payah dalam adegan laga, membuat sutradara kesal.


Tak disangka, Young Sul menawarkan diri untuk mencoba menggantikannya. Dan yang terjadi kemudian adalah Young Sul berhasil membuat semuanya terkesima dengan loncatan yang tak membutuhkan stuntman. Semuanya bertepuk tangan dan pekerjaan baru untuk Young Sul sudah tersedia.


Sementara itu Chi San menjadi pengamen jalanan dengan memainkan gayageum dengan irama yang pasti membuat Lee Kyu Won (Park Shin Hye-Heartstrings) iri jika mendengarnya. Semua bertepuk tangan saat permainan Chi San selesai. Bahkan ada seorang gadis yang memberikan karangan bunga untuknya.


Dan Man Bo menulis naskah drama yang berjudul Skandal Joseon. Dan wow, Man Bo hanya sebentar tinggal di jaman sekarang tapi sudah bisa mengetik dengan sepuluh jari? Ckckck…


Ketiganya menjadi berita di Koran Seoul daily (psst.. bisa diakses di wwwwwww.com) dan menjadi terkenal. Terutama Man Bo yang mendapat penghargaan dan menerima uang sebesar 200 juta won.


Dan Young Sul masih tetap tak bisa tersenyum, walaupun kali ini ia sudah bisa membuat tanda V saat diwawancarai.


Ketiga Joseners memberikan seluruh uangnya pada Yi Gak untuk membeli toko untuk Park Ha. Uang mereka tak bersisa sedikitpun?


Tenang.. Young Sul masih menyisakan segepok uang untuk mereka sendiri. Dan mereka pun bersama-sama membersihkan toko dan mempercantiknya. Bahkan seorang Yang Mulia Pangeran Yi Gak pun mau mengepel lantai toko.


Lantai dan tembok telah bersih, kursi telah terpasang dan papan nama yang bertuliskan “Minuman semanis Park Ha” telah terpasang. Yi Gak tersenyum puas, begitu pula ketiga Joseoners yang bertepuk tangan mengagumi hasil kerja mereka. 


Mereka kemudian menjemput Park Ha yang akhirnya diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Chi San yang dari pagi belum sempat makan, mengeluarkan burger dan mulai memakannya.


Man Bo dan Young Sul kesal karena Chi San masih sempat untuk makan di mobil yang sesempit ini. Tapi Chi San tetap bersikeras untuk memakannya. 


Yi Gak dan Park Ha saling melempar pandang, geli mendengar perseteruan teman serumah mereka yang seperti anak kecil.


Mobil mereka masuk ke terowongan, cahaya menggelap dan temaram. Tapi pertengkaran itu masih tetap berlangsung. Man Bo dan Young Sul mendorong-dorong Chi San agar geser sedikit.


Saat mobil telah berada di ujung terowongan, Man Bo dan Young Sul berteriak terkejut karena Chi San tak hanya geser sedikit, tapi juga menghilang!


Yi Gak menghentikan mobilnya dan menoleh ke belakang. Hanya ada Man Bo dan Young Sul. Merasa panik dan ketakutan, mereka sadar kalau waktu mereka sudah dekat.


Buru-buru mereka pulang ke rumah dan bersiap-siap. Man Bo dan Young Sul panik. Chi San kembali ke Joseon hanya dengan memakai sandal dan baju santai. Mereka harus kembali dengan memakai baju Joseon. Dan mereka meminta Yi Gak untuk juga melakukan hal yang sama.


Yi Gak memerintahkan mereka untuk tenang dan tak terburu-buru. Man Bo dan Young Sul yang akan kembali ke kamar, sontak berhenti dan menata nafas mereka. Saat itu Young Sul baru menyadari keanehan di foto kenangan mereka.


Chi San telah menghilang dari foto itu.


Dan kenyataan Chi San pergi dan tak akan kembali, menghantam Yi Gak dan Park Ha. Mereka hanya dapat saling memandang dengan penuh kekhawatiran.


Park Ha merenung sendirian di bukit. Seakan telah memutuskan sesuatu, ia mengeluarkan handphonenya dan meminta Yi Gak datang ke kursi tempat mereka sering bertemu.


Caranya? Well, serahkan saja pada Galaxy Note, karena mereka menyelipkan iklan di saat yang tepat, untuk mengendorse how classy the Galaxy Note is. Park Ha membuat undangan dengan menyelipkan gambar mereka dan gambar bangku favorit mereka, dan meminta Yi Gak datang malam ini.


Yi Gak yang termenung di dalam kamar menerima SMS/MMS/email/whatever undangan yang dikirimkan Park Ha dan segala yang berkaitan dengan iklan muncul di sana.


Beserta kata-kata, “Yang Mulia, aku mengundangmu untuk datang menikmati pemandangan malam” kemudian ada juga pesan video didalamnya. Dan Park Ha muncul dan berkata, “Oy, bodoh. Aku sedang menunggumu. Cepatlah datang.”


Aww.. how cute.. Yi Gak tersenyum melihat Park Ha dan pasti ingin segera bertemu dengan Park Ha.

Dan  saya juga merasa Aww.. how cute Galaxy Note itu. Terlepas handphone itu segede-gede Gaban, tapi rasanya asyik juga, ya, punya handphone itu.


Akhirnya Yi Gak berdiri di hadapan Park Ha, menunggu ucapan Park Ha yang berikutnya. Tapi Park Ha tak mengucapkan sepatah katapun. Hanya diam. Park Ha menarik nafas panjang, mengumpulkan keberanian untuk berkata, “Yi Gak-ssi..”


Mata Yi Gak melebar mendengar panggilan itu. Ia tentu belum pernah mendengar namanya disebut seperti itu , dan hanya mendapat akhiran –ssi, sepertinya mereka adalah sepantar.


Yi Gak seakan ingin protes, tapi ia menelan protesnya karena Park Ha melanjutkan perkataannya. “Yi Gak-ssi, kau hanya boleh mengatakan ‘mmmhhh’ setiap aku bertanya padaku, ya. Mengerti?”


Yi Gak malah mengeluarkan protesnya karena Park Ha memanggilnya dengan namanya langsung. Tapi Park Ha merajuk dan menyuruhnya mengatakan, ‘mmmhh..’ , membuat Yi Gak geli dan akhirnya menggumam, ‘mmmhhh..’


Park Ha tersenyum karena Yi Gak akhirnya menuruti permintaannya. Ia kemudian bertanya, “Yi Gak-ssi, kau.. menyukaiku, kan?”

Yi Gak tersenyum mendengar pertanyaan Park Ha dan menggumam, “Mmmhh..”
“Aku juga. Aku juga menyukaimu.”


Senyum Yi Gak semakin lebar mendengar pengakuan Park Ha dan dalam senyumnya, ia menggumam “Mmmhhh..”


Dan Park Ha pun memejamkan mata dan meminta, “Jadi menikahlah denganku.”


Yi Gak terpana mendengar permintaan Park Ha. Tak satupun kata terucap darinya, membuat Park Ha membuka mata dan mengulang permintaannya kembali, “Menikahlah denganku.”


Yi Gak tetap tak menjawab dan hal itu membuat Park Ha salah tingkah dan menjelaskan kalau ia sekarang sedang melamar Yi Gak. “Kau tahu kan apa arti lamaran? Meminta seseorang untuk menikah. Di Joseon juga ada kan hal seperti ini? Kau hanya perlu berkata 'mmmhhh'”


Bukannya menjawab, Yi Gak malah meminta Park Ha untuk ikut dengannya. Dan Yi Gak meraih tangan Park Ha dan membawanya pergi.

Duh.. kalau yang dilamar tak langsung menjawab, pasti lamaran itu tak berhasil deh.. 


Mereka sampai di toko rencananya akan diberikan pada Park Ha. Yi Gak membuka pintunya dan membawa Park Ha masuk. Ia menyalakan lampu, sehingga Park Ha mampu melihat toko itu dan ia berkata, “Inilah jawabanku.”


Park Ha tak mengerti maksud Yi Gak, maka Yi Gak meneruskan perkataannya, “Kau adalah orang yang hidup di jaman yang sebentar lagi akan aku tinggalkan. Mulai sekarang, kau harus mempu hidup sendiri. Park Ha, restoran ini dipersiapkan untukmu.”


Dengan mata berkaca-kaca, Park Ha bertanya, “Siapa yang menyuruhmu untuk melakukan ini?”


“Chi San telah mendahului kami pergi. Aku tak tahu kapan kami akan..”

“Makanya, ayo kita lakukan sekarang,” potong Park Ha. “Ayo lakukan yang orang lain juga lakukan. Apakah kau pikir orang menikah dengan harapan bisa hidup bersama selama 100 atau 200 tahun?”

“Bagiku, sehari saja sudah cukup.”

“Kenapa kau sangat keras kepala?”

Park Ha sadar jika tiap pernikahan memiliki akhir kisah yang sedih, itu hanya masalah waktu. Sekarang mereka hanya dapat khawatir dan bertanya-tanya kapan mereka akan berpisah. Park Ha tak menginginkannya. Park Ha tak ingin menjadi pengecut yang hanya bisa khawatir saja. “Aku ingin melakukan yang orang lain lakukan. Jika takdir kita berhenti di tengah jalan, maka biarkanlah hal itu terjadi.”

“Kenapa kau malah ingin menyimpan kenangan yang menyedihkan?”
“Kenapa itu menjadi kenangan yang menyedihkan?” balas Park Ha ganti bertanya. “Aku ingin memiliki kenangan pernah menikah. Dan jika aku menikah, aku hanya ingin menikah denganmu.”

Yi Gak bersikeras kalau yang ia lakukan sekarang lebih baik untuk Park Ha. Ia tak ingin terus menerus khawatir pada Park Ha yang hidup sendirian. 


Dengan mata berkaca-kaca, Park Ha membalas kata-kata Yi Gak, “Jika hatiku kosong, maka badan yang sehat pun tak ada gunanya. Aku juga dapat bekerja tanpa bantuan darimu. Seumur hidup aku telah menghidupi diriku sendiri.” Dengan hampir menangis, Park Ha mengulang permintaannya lagi. “Jadi, menikahlah denganku.”

Tapi yang dikatakan Yi Gak adalah, “Janganlah keras kepala.”


Park Ha menelan tangis kekecewaan mendengar penolakan Yi Gak.  Dan sebelum air matanya turun, ia buru-buru pergi tak mempedulikan panggilan Yi Gak.


Park Ha menghabiskan waktunya dengan bekerja, bekerja dan bekerja. Man Bo dan Young Sul menatap Park Ha dengan khawatir.


Mereka melaporkan kekhawatiran ini pada Yi Gak, karena tubuh Park Ha belum sepenuhnya pulih. Young Sul bertanya apakah ada sesuatu yang telah terjadi antara mereka berdua?


Yi Gak, yang moodnya tak lebih baik dari Park Ha, menoleh menatap Young Sul, membuat sadar kalau ucapannya melewati batas. Yi Gak tak memperpanjang masalah itu dan malah bertanya mengapa mereka berdua membawa ransel kemana-mana? “Karena kami tak tahu kapan kami akan kembali ke Joseon, jadi kami harus mempersiapkan diri.”


Man Bo berlutut di hadapan Yi Gak, meminta maaf atas kekurangajarannya untuk bertanya pada junjungannya, "Apakah karena Yang Mulia takut sewaktu-waktu akan menghilang maka Yang Mulia menjauhi Park Ha?"


Yi Gak ingin memperingatkan kalau Man Bo sudah berkata melewawti batas. Tapi Young Sul pun ikut berlutut karena ingin memberikan nasehatnya, "Seorang pria tak pantas melakukan hal seperti ini."


Yi Gak teringat akan kata-kata Park Ha semalam dan berlari untuk menemui Park Ha. Ia melihat Park Ha sedang mengangkat cucian untuk dijemur. Direbutnya ember cucian itu dan dijatuhkannya ke lantai, “Sampai kapan kau akan melakukan ini padaku agar perasaanmu menjadi lebih baik?”


Park Ha menatap marah pada Yi Gak, tapi tak ada kata yang terucap. Ia hanya berjongkok dan memunguti cucian yang jatuh ke lantai. Yi Gak menutup mata, menenangkan diri dan kemudian berkata, “Baiklah. Lakukan saja apa yang kau mau. Lakukan saja semaumu. Jika kau memang menginginkannya, aku akan melakukannya!”


Park Ha tak menyadari kata-kata Yi Gak, malah berkata sinis, “Semua yang kumau?” Tanpa menoleh pada Yi Gak, ia meneruskan, “Kau bahkan tak tahu apa yang ada di dalam hatiku.”


Ia beranjak pergi namun tertahan oleh kata-kata Yi Gak, “Bodoh. Yang ingin kukatakan adalah ayo kita menikah jika itu memang maumu.”


Park Ha terpana mendengarnya. Perlahan-lahan ia berbalik melihat Yi Gak yang tersenyum padanya. Ia tersenyum dan melompat untuk memeluk Yi Gak. Yi Gak tersenyum melihat Park Ha kembali tersenyum padanya dan mengangkatnya untuk memeluknya lebih erat.


Mereka mengunjung istana kediaman Yi Gak di Joseon. Yi Gak menunjukkan kolam dimana ia sering berjalan-jalan. Semuanya tak ada yang berubah.


Park Ha bingung juga kesal, mengapa mereka harus berjalan-jalan kemari padahal banyak hal yang harus dipersiapkan untuk pernikahan mereka.

Mendengar hal itu Yi Gak teringat akan sesuatu yang berbeda dari jamannya, “Yang berbeda adalah dirimu. Di Joseon, kau tak seberisik ini.”


Park Ha menghentikan langkahnya dan menjejakkan kakinya kesal. Merasakan kekesalan Park Ha, Yi Gak meneruskan, “Tapi jaman dulu ataupun sekaran, kau tetaplah cantik.”

Sinopsis Rooftop Prince Episode 19

Dan ia pun mengecup bibir Park Ha.

Aww..


Park Ha buru-buru menutup mukanya dengan brosur, malu karena ada sekelompok turis yang melihatnya.


Yi Gak mengajak Park Ha untuk pergi ke pondok di tengah kolam. Setelah yakin kalau tak ada orang yang memperhatikannya, ia mulai menggali tanah di bawah pondok itu. Park Ha khawatir dan melihat-lihat sekeliling.


Ia semakin panik karena Yi Gak mengambil sesuatu dari dalam tanah, “Apa yang kau lakukan? Apa yang kau ambil dari situ? Apakah kau boleh mengambilnya?”


Yi Gak tersenyum melihat kepanikan Park Ha, “Apa salah? Ini adalah barang milikku di Joseon.”


Ia menggenggam barang yang ia gali, kemudian membukanya dan menunjukkannya pada Park Ha. Sebuah keping giok. “Ini adalah okwanja, kancing giok yang biasanya ditaruh di pita kepala.”

Park Ha sekarang mengerti barang apa itu. Yi Gak menjelaskan kalau ia menyembunyikan okwanja 300 tahun yang lalu saat ia kecil. 


Park Ha terpana, ia merasa keping giok ini seperti ajaib. Semakin terpana saat Yi Gak menaruh okwanja ke telapak tangannya dan membuatnya menggenggam okwanja itu kemudian berkata,

“Ini adalah hadiah pernikahan.”
Yi Gak tersenyum melihat wajah Park Ha yang masih terpana. Park Ha membuka tangannya dan mengagumi hadiah pernikahan Yi Gak, “Ini berarti 300 tahun yang lalu, aku telah mempersiapkan hadiah pernikahan ini untukmu.”


Park Ha melepas kalung yang ia pakai dan memasukkan okwanja ke dalam kalung. Ia menunjukkan pada Yi Gak kalau okwanja itu sekarang menjadi bandul kalungnya, membuat Yi Gak tersenyum senang. Park Ha meminta Yi Gak untuk memasangkan kalung itu pada lehernya.


Hadiah pernikahan telah diberikan, sekarang saatnya untuk melihat gedung pernikahan. Park Ha kaget mendengarnya.


Mencari gedung pernikahan untuk waktu semepet ini sangatlah sulit, apalagi musim semi biasanya digunakan orang sebagai waktu menikah yang tepat. Tapi Yi Gak menenangkannya. Young Sul dan Man Bo berhasil mendapatkannya.


Mereka berpura-pura berjalan menuju ke altar diiringi oleh Man Bo yang sudah hafal wedding march diikuti oleh Young Sul yang bernyanyi ala kadarnya.


Park Ha memuji kedua Joseoners yang berhasil mendapatkan gedung pernikahan. Yi Gak bertanya apakah mereka tak lelah membawa ransel berat itu kemanapun mereka pergi? Man Bo mengeluh kalau ranselnya memang sangat berat hingga ia merasa selalu akan jatuh, tapi mereka tetap harus membawanya. 


Walaupun mereka telah mendapat gedung pernikahan yang indah, tapi Park Ha sebenarnya sudah memiliki tempat yang ingin ia pilih sebagai tempat pernikahan.


Rumah loteng?


Mereka pun meninggalkan ruangan dan masuk ke dalam lift. Di tengah perjalanan turun, tak disangka, lift macet dan lampu otomatis padam.


Ketika lift kembali bergerak dan lampu darurat menyala, hanya tinggal Yi Gak dan Park Ha.


Lampu kembali mati dan menyala kembali. Tapi di dalam lift itu tetap hanya ada Yi Gak dan Park Ha. Man Bo dan Young Sul telah menghilang.


Mereka terkejut dan panik, tapi tak berkata apapun. Yi Gak langsung meraih tangan Park Ha dan menggenggamnya erat tak ingin melepaskannya. Begitu juga Park Ha. Panik dan takut melanda mereka. Mereka tak ingin kehilangan satu sama lain. Mereka belum siap jika salah satu dari mereka menghilang.


Sepanjang hari mereka habiskan berdua. Di restoran, mereka makan dengan kedua tangan tetap saling menggenggam. Yi Gak memegang garpu untuk menahan steak yang akan diiris oleh Park Ha yang memegang pisau. Seperti itu, mereka makan bergantian.


Begitu pula saat mereka tidur. Berbaring bersisian di tempat tidur yang sama, Park Ha mengkhawatirkan ketiga Joseoners yang telah menghilang. Alangkah senangnya jika mereka dapat menelepon dan memberi kabar padanya.


Mendengar keinginan Park Ha yang mustahil, Yi Gak menyebutnya bodoh. Kali ini Park Ha tak terima, karena sebutan bodoh itu khusus untuk memanggil Yi Gak. “Bodoh..”


“Aku ingin berterima kasih padamu..”

“Jangan katakan hal itu," Park Ha tak mau mendengarnya.

“Aku juga ingin meminta maaf padamu..”

“Jangan katakan hal itu,” Park Ha kembali berkata.

Ia tak ingin mendengar kata-kata itu dari Yi Gak. Maka Yi Gak berkata, “Aku mencintaimu.”


Park Ha tersenyum walau tak kuasa menahan air mata yang turun. Ia ingin mendengar Yi Gak mengulangi tiga kata itu lagi.


Dan Yi Gak perlahan mengatakannya lagi. Park Ha memeluk Yi Gak, menyembunyikan wajahnya yang berurai air mata di dada Yi Gak. Dan Yi Gak memeluk Park Ha lebih erat.


Keesokan harinya, Yi Gak dan Park Ha sudah bersiap untuk pernikahan mereka. Park Ha memberikan kalung berbandul emas sebagai hadiah pernikahan. Walaupun Yi Gak mengatakan tak ingin sebuah hadiah pernikahan, ia tetap bersikeras untuk memberikannya.


Ia memasangkan kalung itu di leher Yi Gak dengan pesan agar kalung itu harus selalu dipakai Yi Gak, dekat dengan hatinya. Yi Gak mengangguk menyetujui hal itu.

Di halaman rumah loteng yang telah mereka hias dengan bunga,  mereka pun mengucapkan janji pernikahan.


Park Ha memulainya dengan berkata, "Saya akan menjadikan Yi Gak sebagai suami saya,"

Dan Yi Ga pun meneruskan, "Saya akan menjadikan Park Ha sebagai istri saya,"
“Kami akan selalu mencintai..”
“.. dan menghormati satu sama lain.”
“Sampai kematian memisahkan kami”
“Kami akan bersama untuk selamanya.”

Dan mereka pun berkata bersama-sama, “Inilah janji kami.”


Yi Gak mencium Park Ha yang tak kuasa menahan air matanya. Dan seakan ciuman itu adalah kunci pembuka bagi Yi Gak, disaksikan Park Ha, tubuh Yi Gak perlahan-lahan menghilang.


Park Ha terpaku, tak mampu menggerakkan badannya. Tapi Yi Gak mengangguk perlahan padanya, menenangkannya. Park Ha mengangguk mencoba memberikan senyum dari bibirnya yang gemetar, seakan mampu melepas Yi Gak, tapi air matanya terus mengalir di pipi.


Yi Gak yang semakin menipis mengulurkan tangan, membelai pipi Park Ha ingin menghapus air mata itu. Tapi ia semakin tipis dan tipis..


.. hingga menghilang dari pandangan Park Ha.



Tangis Park Ha pecah dan bertanya pada udara yang mengelilinginya, "Apakah kau sudah pergi? Apakah kau dapat mendengarku? Harusnya aku mengucapkan selamat tinggal padamu. Harusnya aku berkata jaga dirimu baik-baik.."

Tak ada jawaban.


Hanya tiba-tiba angin datang dan menerbangkan kelopak-kelopak bunga mawar dari buket pengantinnya.


Bersambung ke Selanjutnya Sinopsis Rooftop Prince Episode 20

0 comments:

Post a Comment